Zainal Masri (Peserta)
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Hadirin para pendengar sebangsa setahanah air yang saya cinta,
Hari ini, saya berdiri disini, di bawah langit Indonesia raya, langit
yang senantiasa melindungi kita dari segala bahaya yang datang
mengancam kehidupan kita. Kita semua, hari ini, berdiri diatas tanah
yang telah menumbuhkan benih kehidupan untuk seluruh manusia yang
bermukim diatasnya. Kita dikelilingi lautan yang luas, yang telah sejak
dulu menjadi muara segala kegelisahan bangsa ini. Lalu apa yang salah
dari bangsa ini saudara-saudara sekalian?
Di subuh hari, belum lagi orang kota terbangun dari tidur, pak tani
di kampung telah turun membajak sawahnya. Di sore hari, ketika
orang-orang kota bergegas untuk pulang, para pekebun kita masih terus
mencangkul tanah mereka. Lampu jalanan kota-kota besar sudah menyala,
ketika para buruh kita, masih bekerja ditengah raungan mesin-mesin
pabrik. Tentu kita bukan bangsa pemalas, sekali lagi tentu kita bukan
bangsa pemalas!
Ketika Tsunami datang menerjang Aceh, semua orang lupa pada konflik,
semua orang lupa akan politik, semua orang lupa pada identitas-identitas
sukunya. Semua orang dari penjuru negeri, datang mengulurkan bantuan
semampu mereka. Ketika banjir merendam Jakarta, semua orang bahu-membahu
menolong sesamanya yang terkena musibah. Tentu kita bukan bangsa yang
senang memikir- kan diri sendiri saudara-saudara sekalian!
Hadirin para pendengar sebangsa setahanah air yang saya cinta,
Kita tentu patut bersedih hati. Betapa tidak, ketika reformasi
datang, kita punya harapan yang besar. Harapan tentang datangnya
kesejahteraan, mimpi tentang datangnya keadilan dan cita-cita tentang
terwujudnya kedaulatan hidup.
Namun telah hampir lima belas tahun lamanya yang kita temukan adalah
ritual-ritual demokrasi lima tahunan yang harganya sangat mahal.
Kedaulatan bangsa yang diinjak- injak dengan jalan mencuri ikan, kayu
dan sumber daya alam kita. Yang kita lihat adalah ketidakberdayaan
ekonomi akibat lilitan hutang luar negeri dan resep-resep asing yang
dipaksakan untuk kita gunakan. Yang kita rasakan adalah makin
mengganasnya benalu korupsi yang secara langsung menggerogoti APBN yang
seharusnya untuk kepentingan publik.
Hadirin para pendengar sebangsa setahanah air yang saya cinta,
Tidak berhenti sampai disitu, para elit politik dan birokrasi seakan
menutup mata atas fakta tersebut. Mereka sibuk merayu rakyat dalam
setiap perhelatan Pemilu, namun lalu lupa setelah menduduki kekuasaan.
Baru beberapa tahun berkuasa, mereka lalu sibuk untuk mempersiapkan diri
untuk pemilu berikutnya, demi menjaga kekuasaan tetap dalam genggaman.
Bahkan ketika hokum membatasi kekuasaan mereka, tanpa malu-malu mereka
menyiapkan, isteri, anak, cucu bahkan sanak keluarga mereka untuk
melanggengkan jabatan dan kendali kekuasaannya.
Kita yang dulu disebut sebagai “macan asia,” kini tersudut- sudut
dalam pergaulan internasional. Bangsa-bangsa yang dulu belajar dari
kita, kini telah jauh diatas kita. Bahkan kini kita disejajarkan dengan
Vietnam dan Thailand. Pasti ada yang salah saudara-saudara sekalian.
Korupsi, sekali lagi, korupsi! inilah penyebab utama kemerosotan
bangsa kita. Korupsi di negeri kita, tidak lagi mengingat nilai-nilai
luhur bangsa kita. Korupsi bahkan telah mulai menggerogoti tiang-tiang
luhur budi pekerti bangsa ini. Berita tentang korupsi Al Quran sungguh
membuat hati teriris-iris. Dimana hati, akal, pikiran, nurani dan
mentalitas para koruptor-koruptor itu diletakkan.
Kita dalam keadaan darurat saudara-saudara sekalian. Jika
dibiarkan maka pertumbuhan ekonomi yang sekarang memungkinkan kita
mengambil kendali dunia, hanya akan memperkaya segelintir orang di
republik ini. Kita harus mendengarkan kata Soekarno, kita sedang melawan
bangsa kita sendiri, saudara kita sendiri.
Hadirin para pendengar sebangsa setahanah air yang saya cinta,
Kitalah benteng terakhir pertahanan bangsa ini dari benalu korupsi.
Setiap dari kita yang hadir hari ini, harus mendengarkan seruan ini!
“rapatkan barisan hai kau anak negeri, bangsamu sedang diuji, karena
sebagian dari mereka telah ingkar dari amanat penderitaan rakyat. Jaga
matamu, tajamkan pendengaran dan penciumanmu, rawat hatimu dan keraskan
tekad bajamu. Laporkan sekecil apapun perampokan dan pencurian yang
terjadi di sekitar kita. Ajak saudara sebangsa yang masih bersetia pada
rakyat. Potong benalu-benalu korupsi disekitar kita awasi setiap gerak
gerik mereka, lalu penjarakan mereka karena dosa-dosanya pada bangsa
ini.”
Semoga Tuhan mendengarkan kita semua, yang berdiri hari ini, atas
darah dan tulang yang sama, demi Indonesia yang adil, makmur, sejahtera
dan berdaulat. Tuhan bersama kita, yang bangkit melawan koruspi. (Jeffrie Geovanie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar